7 Mitos Populer Seputar Diabetes
Close
Diabetes 31/01/2020

7 Mitos Populer Seputar Diabetes

7 Mitos Populer Seputar Diabetes

Masih banyak mitos diabetes yang dipercaya oleh sebagian besar orang, bahkan bisa jadi termasuk para penyandang diabetes itu sendiri. Alasan dan fakta tentang penyakit ini kerap kali dikesampingkan demi memberi ruang pada pendapat dan mitos. Hal ini masih terjadi karena mitos-mitos tersebut masih disebarkan seakan-akan sebagai fakta. Padahal, mitos ini justru memperbesar stigma, kesalahpahaman, dan kesalahan diagnosis.

1. Gula menyebabkan diabetes
Ini merupakan mitos yang paling populer. Mungkin Sahabat Sehat juga pernah mendengar, bahwa jumlah gula di dalam darah terjadi karena penyandang diabetes mengonsumsi gula terlalu banyak. Sekilas, pernyataan tersebut masuk akal, tapi sayangnya, secara fakta, tak selalu begitu.
100% karbohidrat yang kita makan diubah menjadi glukosa sebagai energi. Insulin “membuka” sel-sel sehingga glukosa bisa masuk. Pada diabetes tipe 1, yang merupakan penyakit autoimun, sel-sel yang memproduksi insulin rusak, sehingga gula darah melonjak pada tingkat yang berbahaya. Sedang pada diabetes tipe 2, yang merupakan kondisi metabolis, terjadi kesulitan bagi tubuh dalam memproduksi insulin.
Mengonsumsi makanan dan minuman tinggi gula, makanan olahan, dan gaya hidup sehat memang bisa meningkatkan risiko diabetes tipe 2, tapi gula bukanlah satu-satunya penyebab.

2. Olahraga membahayakan diabetesi
Faktanya, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin membantu menurunkan gula darah, sehingga membantu mengelola diabetes dengan baik. Sebelum berolahraga rutin, Sahabat Sehat perlu berdiskusi lebih dulu dengan dokter terkait jenis dan durasi olahraga yang sesuai dengan kondisi tubuh, serta menyepakati bagaimana dan kapan Anda perlu tes gula darah sebagai bagian dari olahraga rutin.
Saat berolahraga, sebaiknya Anda membawa camilan sehat kalau-kalau Anda butuh meningkatkan gula darah setelah berolahraga. Sahabat Sehat juga perlu perhatikan, kalau Anda merasa lemas atau gemetaran, itu artinya Anda harus beristirahat atau menyelesaikan aktivitas fisik tersebut.

3. Diabetes tipe 1 lebih berbahaya
Sebelum Frederick Banting, ilmuwan Kanada, menemukan insulin pada 1920-an, anak-anak penyandang diabetes tipe 1 meninggal hanya dalam beberapa minggu setelah didiagnosis. Sejarah tragis itu menjadi alasan dari mitos bahwa diabetes tipe 1 lebih berbahaya. Padahal, diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, juga diabetes gestasional (biasanya terjadi selama kehamilan) sama-sama perlu ditangani serius. Diabetes tipe 2 sering tak terdekteksi selama bertahun-tahun. Ini membuat diabetesi baru periksa ke dokter setelah mengalami kebutaan atau infeksi kaki yang membutuhkan amputasi. 

4. Hanya orang tua yang bisa terkena diabetes
Saat ini, orang dewasa menjadi golongan terbesar yang terus tumbuh dari populasi diabetesi tipe 1. Ditambah lagi, diabetesi dewasa sering salah didiagnosis dengan diabetes tipe 2 karena dilihat dari usia dan berat badan mereka.
Sementara diabetes tipe 2 kini bisa mengenai anak-anak, anak muda, dan terlebih lagi pada usia yang rentan yakni 30-40 tahun. Jumlah anak-anak dan remaja penyandang diabetes tipe 2 semakin meningkat seiringan dengan terus bertambahnya angka obesitas.

5. Bertubuh langsing tak mungkin terkena diabetes
85 persen penyandang diabetes tipe 2 memang penderita obesitas atau berat badan berlebih. Namun, dari sisi lain, 15 persennya berarti mereka dengan berat badan sehat. Penelitian pada 2012 di dalam The Journal of the American Medical Association menemukan  penyandang diabetes tipe 2 dengan berat badan normal memiliki dua kali risiko lebih besar berakhir dengan penyakit jantung dibandingkan penderita obesitas.
Orang bertubuh normal tidak terlihat menyimpan banyak lemak. Padahal, ada yang namanya lemak visceral, atau lemak yang melekat pada organ perut Anda, yang bisa mempengaruhi produksi senyawa inflamasi yang merusak hati dan pankreas Anda. Hal tersebut bisa menurunkan sensitivitas insulin Anda.
Maka dari itu, terlepas dari berat badan Anda, seseorang berusia 45 tahun atau lebih harus menjalani tes gula darah setiap tiga tahun, terlebih lagi jika gaya hidup Anda kurang sehat, dan memiliki anggota keluarga yang diabetes, penyakit jantung, darah tinggi, atau kolesterol tinggi.

6. Semua diabetesi harus mengikuti diet yang sama
Nyatanya, tak satupun diet yang bisa cocok untuk semua, baik untuk diabetesi maupun bukan. Ada banyak diet yang bisa membantu diabetesi mengelola diabetes, seperti diet Mediterania, yang menunya berisi banyak sayuran, lemak baik, biji-bijian utuh, dan daging tanpa lemak.

7. Semua diabetesi butuh terapi insulin
Insulin adalah hormon yang diproduksi pankreas, yang memungkinkan tubuh kita menggunakan gula (glukosa) sebagai energi. Saat seseorang terkena diabetes, tubuhnya tidak memproduksi insulin (diabetes tipe 1) atau sel-sel dalam tubuh tidak bisa bekerja sama dengan insulin (diabetes tipe 2). Akibatnya, gula menumpuk di dalam darah dan mengalir ke urin.
Tidak semua penyandang diabetes tipe 2 akan selalu memerlukan insulin untuk mengontrol gula darah. Pengobatan lain dan perubahan gaya hidup seperti menurunkan berat badan dan olahraga rutin bisa jadi alternatif.

Nah, itulah mitos terkait diabetes yang paling sering kita dengar. Kalau Sahabat Sehat mendapatkan informasi seputar diabetes, sebaiknya pastikan kebenarannya dulu, ya! Jika memang benar, boleh diteruskan ke anggota keluarga atau teman terdekat. Tapi kalau masih meragukan, tahan dulu, ya. Mencari tahu dan berbagi info kesehatan itu perlu, tapi kebenaran di baliknya lebih penting, ya, Sahabat Sehat!


Reach us now

Reach us now

Temukan solusi bersama ahli.